Sabtu, 05 Juni 2010

Sahabat Sejati (?)


Tiga sekawan yang sudah lama sekali tidak bertemu, yang telah terpisah oleh ruang dan waktu dalam jangka waktu yang lumayan lama. Mereka bertiga, sebut saja namanya Thari, Alle, dan Lya. Mereka bertiga bukan sahabat yang satu sekolah, yang selalu bersama kapanpun juga, namun hanyalah tiga perempuan yang sengaja dipertemukan oleh takdir dan dipersatukan dalam tali "persahabatan".

Saat pertama kali mereka bertemu adalah ketika mereka bertiga sama-sama menempati rumah di sebuah kawasan elit tertentu. Meski rumah mereka bertiga tepat bersebelahan, namun awalnya mereka tidak terlalu peduli akan diri yang lain. Hingga suatu hari mereka bertemu di taman kompleks yang ada. Thari yang lebih pendiam tergambar dari kacamata berantai yang selalu ia kenakan kemanapun ia berjalan, sore itu sedang khusyuk membaca komik kesukaannya di salah satu sudut taman. Ia terlihat tenang dan tidak bisa diganggu bila sudah berkutat dengan buku "Naruto" yang ia gemari itu. Serasa hanya ia dan tokoh-tokoh dalam komik itu saja yang ada, dalam dunianya. Berbeda lagi dengan Alle. Anak yang ceria, tergambar dari lesung pipitnya yang selalu tersungging tiap kali ia tersenyum lebar, hari ini lebih terlihat ceria lagi karena 'lesung' tersebut selalu tersungging di pipinya. Ia sedang merasakan rasa senang yang tidak terkira dikarenakan hari ini apa yang ia inginkan dapat tercapai, sebuah otopet mini. Maka dari itu, disinilah ia kini, mencoba otopet mininya di tengah-tengah taman kompleks ini. Dan yang terakhir, Lya. Kalau yang satu ini benar-benar berbeda. Lebih menarik namun sedkit freak. Ia sedang menggunakan baju lengan panjang plus celana pendek khaki nya lalu berkunjung ke taman saat itu. Raut mukanya lunak namun tegas, dan saat itu ia terlihat sedang sibuk dengan buku catatan kecil ditangannya, mencorat-coret beberapa kata dengan sesekali memperlihatkan raut muka berpikirnya. Meski tidak terlihat jelas apa yang sedang ia lakukan, namun kita bisa mengetahui bahwa ia sedang asyik menghitung rumus-rumus matematika yang ada didalam buku besar dihadapannya. Tertulis "Rumus Pintar Matematika" dihalaman judul buku tersebut. Janggal sekali buku tersebut disentuh oleh seorang anak SD sepertinya, namun itulah yang ada.

Mereka bertiga tenggelam dalam dan sangat dalam dikegiatan mereka masing-masing. Hingga insiden "takdir" yang berhasil menyatukan merekapun terjadi. Alle yang saat itu sedang asyik-asyiknya mengendarai otopet barunya terjatuh seketika setelah melalui tanjakan curam di dekat taman kompleks itu. Karena hanya ada Lya dan Thari saja di tempat itu, maka mereka mau tak mau merekapun harus membantu Alle juga.

"Nggak papa kan ya?", tanya Lya pada Alle seraya membantunya berdiri.

"Nggak, nggak apa-apa.", jawab Alle seraya tetap menyunggingkan senyum lebarnya meski darah yang mengucur deras dari pelipisnya terus mengalir.

Thari membantu mendirikan otopet mini Alle saat itu kemudian berkata, "Tapi itu darahnya ngucur terus, nggak papa tuh? Udah, diobatin dulu. Rumah kamu dimana memang?"

"Dipertigaan itu, rumahku belok kiri. Rumah ketiga yang pagarnya berwarna merah.", jawab Alle sambil tetap tersenyum, namun kali ini lebih tepat disebut meringis dibandingkan tersenyum.

"Ya udah kita kesana aja. Sini aku bantuin jalan.", ujar Lya sambil menggopohnya.

Setelah membantu membereskan semuanya seraya mengobati luka Alle dan berbicara panjang lebar, akhirnya Lya dan Thari pun izin kembali ke rumah mereka masing-masing.

"Eh, besok main aja yuk. Ternyata rumah kita bersebelahan, tapi sama-sama nggak tahu kalau kita ini tetanggaan. Hahaha.", tawa Alle dan Thari pun ikut memecah setelah mendengar celotehan Lya tadi.

"Oke oke. Sampai ketemu besok ya. Daaah.", ujar Thari sambil tersenyum.

"Daaah. Thanks ya buat hari ini.", ujar Alle sambil melambaikan tangannya kedua 'teman baru'nya tersebut.

Hari berganti hari mereka bertiga menjadi lebih akrab lagi. Memang, seperti semua cerita persahabatan yang ada, persahabatan mereka pun juga tidak selalu mulus jalannya. Ada kalanya mereka bertiga terpisah menjadi dua + satu, ada juga kalanya mereka berjalan sendiri-sendiri dikarenakan 'kerikil kecil' yang sering ada diantara mereka. Namun semua itu hanyalah hal yang berhasil membuat mereka lebih dewasa lagi menjalani semuanya. Mereka bisa lebih mengetahui lagi apa saja dan bagaimana cara menghadapi watak dari masing-masing mereka. Dan seperti sebuah bunga mawar putih yang berada dipot, rasa sayang mereka antar satu dan yang lainnya selalu disiram, dipupuk, dan dijaga dalam hati mereka masing-masing dengan cara mereka sendiri-sendiri.

Sampai suatu ketika salah satu dari mereka, yaitu Alle, harus rela mengucapkan kata pisah. Ayah Alle dipindahtugaskan ke luar kota, yang dimana ini juga berpengaruh untuk seluruh keluarga Alle. Alle harus pindah mengikuti ayahnya. Mereka bertiga sangat bersedih kala itu. Bila mereka boleh jujur, ingin sekali saat itu dihentikan dan tidak berputar agar Alle tetap bisa bersama mereka. Namun apa daya. Semua awal itu pasti mempunyai akhir dan semua pertemuan juga pasti ada perpisahannya. Siap ataupun tidak, itu nyata.

Setelah Alle pergi, tinggallah dua dari mereka. Thari dan Lya. Mereka tetap berjanji bersama dalam cipta, rasa, dan karsa yang mereka lalui. Hingga saat mereka berdua harus menentukan pilihan untuk kelanjutan masa depan mereka, mereka harus memilih antara persahabatan ataukah cita-cita. Lya yang mendapatkan kesempatan emas untuk beranjak ke "Negeri Seribu Kincir" untuk melanjutkan sekolahnya harus rela meninggalkan Thari yang lebih memilih untuk berkuliah di daerah tempat mereka tinggal itu juga. Meski ini adalah perpisahan kedua, namun ini tetap sama pahitnya dengan yang pertama. Maka mereka pun ingin sekali menghentikan waktu disaat itu juga.

Beberapa tahun kemudian.

Meski mereka masih tetap berkomunikasi via telepon, e-mail, dan beberapa jejaring sosial yang ada didunia maya, mereka tetap masih merasakan rasa rindu yang sangat teramat dalam untuk bercengkerama secara langsung.

Mereka hanya manusia biasa yang hanya bisa berandai-andai dan menginginkan sesuatu, namun tetap Allah swt., saja yang berkemampuan untuk merealisasikan segalanya.

Setelah empat tahun lebih mereka tidak bertemu satu dengan yang lainnya, dan saat ini lah mereka dapat bertemu. Tepat disini di acara perkawinan Thari. Kalian tahu itu dimana? Tempat pertama dimana mereka ditakdirkan bertemu untuk selanjutnya menjalin kisah "persahabatan" yang lebih suka mereka sebut KAWAN SELAMANYA. Karena sahabat hanyalah sebuah kata janji yang terlalu berat yang bisa hancur kapan saja, namun "kawan selamanya" adalah dua kata yang selalu mereka junjung tinggi meski bukanlah sebuah janji, namun tetap terpatri dalam hati mereka sendiri-sendiri. :) *



* Tribute to:

"DEOT SELAMANYA"!! Iloveyouall. :')

Senang, sedih, capek, susah, semuanya kita jalani bersama ya.

Ingat, atas nama deot, kita bersama, berkawan selamanya..

(Aprilia Sasmar Putri, Ellanda Ayuwandira Panesthy, Febu Maristha Utari, Nesy Rahmasita, Lola Hawida, Rizki Tri Ananda)

Bayangan Bercerita


Bagi saya dan dunia saya, menulis adalah sebuah jiwa. Istilahnya obat bagi segala penyakit. Dari semua hal yang ada di dunia ini yang bisa digolongkan menjadi hobi itu hanyalah menulis.

Menulis mengenai apa saja, untuk apa saja, dan dimana saja, bahkan kapan saja. Contohnya sekarang, tepat tanggal 4 April 2008, bertempat dikamar saya yang "indah" versi saya sendiri, bertemaramkan lampu kerlap-kerlip bergambar ikan didalamnya, saya menuangkan segala ide yang ada di dalam otak saya ke secarik kertas. Meski ini bukanlah sebuah ritual, namun saya suka melakukannya terutama bila kantuk belum datang menghampiri saya.

Malam ini saya ingin menceritakan mengenai seorang perempuan "berumur" yang ternyata perilakunya tidak mencerminkan umurnya tersebut. Bila kita hanya melihat fisiknya sekilas, wajar kita akan menebak usianya berkisar usianya sesungguhnya. Namun, bila kita mengenalnya lebih jauh kita pasti akan menebak kisaran yang berbeda lagi. Disetiap harinya ia selalu bertingkah laku layaknya seorang anak kecil. Menyenangi bila ia juga merasa senang, namun sikap merajuknya juga terkadang "lebih menyenangi" lagi dibandingkan sifatnya yang biasa.

Beberapa orang bilang ia pernah terjatuh saat berada ditaman bermain kala ia masih berada di Sekolah Dasar, maka dari itu terkadang ia kurang bisa konsisten akan apa yang ada dalam dirinya. Ia bisa menjadi orang yang lebih dewasa dari umurnya atau bahkan lebih muda (jauh) dari umur sesungguhnya.

Pernah suatu hari ia menyakiti dirinya sendiri dengan menggunakan pisau belati yang ayahnya koleksi diruang tamu rumahnya hanya karena ia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Padahal itu hanyalah sebuah arloji kecil hadiah sebuah chiki anak-anak yang bila ingin mendapatkannya kita harus membuka seratus bahkan seribu chiki terlebih dahulu.

Pernah juga ia melakukan suatu hal yang ganjal. Saat itu ia menghadiri sebuah pesta pernikahan saudaranya. Ia dan seluruh anggota keluarganya merencanakan akan mengenakan pakaian seragam saat menghadiri pesta tersebut. Namun, setelah berjalan setengah acara, ia tiba-tiba berujar, "Rasanya seperti anak kecil ya, menggunakan baju saja mesti seragam. Semuanya kan sudah dewasa, mengapa harus mau patuh dalam aturan yang sengaja dibuat untuk pengekangan kekreatifitasan ini...... (bla bla)." Ia mengucapkan semua itu dengan panjang lebar, tanpa titik dan koma, bahkan helaan nafas saja tidak. Bagaikan seseorang yang kritis, namun dalam waktu yang salah.

Saya mengakhiri tulisan itu untuk sementara. Rasa kantuk pun muncul juga. Namun sebelumnya saya melihat ke cermin terlebih dahulu, dan disana saya melihat ada sesosok bayangan yang tersenyum. Bayangan tersebut berujar, "Bila orang yang kamu ceritakan itu sebegitu begonya, lalu kamu apa? Kamu dan dia satu badan, satu jiwa, dan satu tingkah."

Dan semuanya pun gelap.