Sabtu, 05 Juni 2010

Bayangan Bercerita


Bagi saya dan dunia saya, menulis adalah sebuah jiwa. Istilahnya obat bagi segala penyakit. Dari semua hal yang ada di dunia ini yang bisa digolongkan menjadi hobi itu hanyalah menulis.

Menulis mengenai apa saja, untuk apa saja, dan dimana saja, bahkan kapan saja. Contohnya sekarang, tepat tanggal 4 April 2008, bertempat dikamar saya yang "indah" versi saya sendiri, bertemaramkan lampu kerlap-kerlip bergambar ikan didalamnya, saya menuangkan segala ide yang ada di dalam otak saya ke secarik kertas. Meski ini bukanlah sebuah ritual, namun saya suka melakukannya terutama bila kantuk belum datang menghampiri saya.

Malam ini saya ingin menceritakan mengenai seorang perempuan "berumur" yang ternyata perilakunya tidak mencerminkan umurnya tersebut. Bila kita hanya melihat fisiknya sekilas, wajar kita akan menebak usianya berkisar usianya sesungguhnya. Namun, bila kita mengenalnya lebih jauh kita pasti akan menebak kisaran yang berbeda lagi. Disetiap harinya ia selalu bertingkah laku layaknya seorang anak kecil. Menyenangi bila ia juga merasa senang, namun sikap merajuknya juga terkadang "lebih menyenangi" lagi dibandingkan sifatnya yang biasa.

Beberapa orang bilang ia pernah terjatuh saat berada ditaman bermain kala ia masih berada di Sekolah Dasar, maka dari itu terkadang ia kurang bisa konsisten akan apa yang ada dalam dirinya. Ia bisa menjadi orang yang lebih dewasa dari umurnya atau bahkan lebih muda (jauh) dari umur sesungguhnya.

Pernah suatu hari ia menyakiti dirinya sendiri dengan menggunakan pisau belati yang ayahnya koleksi diruang tamu rumahnya hanya karena ia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Padahal itu hanyalah sebuah arloji kecil hadiah sebuah chiki anak-anak yang bila ingin mendapatkannya kita harus membuka seratus bahkan seribu chiki terlebih dahulu.

Pernah juga ia melakukan suatu hal yang ganjal. Saat itu ia menghadiri sebuah pesta pernikahan saudaranya. Ia dan seluruh anggota keluarganya merencanakan akan mengenakan pakaian seragam saat menghadiri pesta tersebut. Namun, setelah berjalan setengah acara, ia tiba-tiba berujar, "Rasanya seperti anak kecil ya, menggunakan baju saja mesti seragam. Semuanya kan sudah dewasa, mengapa harus mau patuh dalam aturan yang sengaja dibuat untuk pengekangan kekreatifitasan ini...... (bla bla)." Ia mengucapkan semua itu dengan panjang lebar, tanpa titik dan koma, bahkan helaan nafas saja tidak. Bagaikan seseorang yang kritis, namun dalam waktu yang salah.

Saya mengakhiri tulisan itu untuk sementara. Rasa kantuk pun muncul juga. Namun sebelumnya saya melihat ke cermin terlebih dahulu, dan disana saya melihat ada sesosok bayangan yang tersenyum. Bayangan tersebut berujar, "Bila orang yang kamu ceritakan itu sebegitu begonya, lalu kamu apa? Kamu dan dia satu badan, satu jiwa, dan satu tingkah."

Dan semuanya pun gelap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar